Friday, June 5, 2015
no image

MEMBENAHI DRAT RUSAK


SINGKAT MEMBENAHI DRAT RUSAK
SINGKAT MEMBENAHI DRAT RUSAK
DRAT rusak memang sering terjadi, sehubungan dengan terlalu seringnya bongkar pasang baut. Kalau sebelumnya pembenahan drat harus dilakukan di bengkel bubut, tapi sekarang ada cara yang mudah. Biasa disebut dengan istilah recoil atau membenahi drat dengan spiral.

.
Mulai marak diaplikasi di dunia road race dan drag bike. "Sebab, pembenahan kerusakan drat dengan cara ini dapat dilakukan dengan singkat, "kata Bendot pebengkel bubut di Perum Tamasa, Tropodo, Surabaya. Perangkat recoil ini terbagi dari spiral, dengan ukuran berbagai macam. Jadi tinggal disesuaikan dengan kebutuhan. Misalkan, drat yang rusak ukuran 8 mm, jadi besarkan lebih dulu hingga 10 mm.

Dengan tap atau alat pembuat drat. Baru kemudian masukkan spiral untuk pembenahan baut ukuran 8 mm tadi, hingga mentok. "Untuk pemasangannya juga sama seperti baut, jadi cukup diputar hingga mentok, "saran Bendot.

Setelah rapi, tinggal masukkan baut 8 mm orsinya. Dijamin hasilnya lebih kuat. Sebab, profil logam spiral tadi berbahan jenis logam yang fleksibel. Artinya ketika dipadu ke besi atau diral, tetap cocok ke efek muai panasnya. "Faktanya, sampai saya gunakan buat merapatkan baut crankcase tetap kuat, termasuk hingga busi, "

Referensi ; ototrend


Read more
no image

MEMAKSIMALKAN PENGAPIAN MOTOR


PUSAT PELATIHAN MEKANIK \
NUANSA MOTOR ENGINEERING SCHOOL
MUARA BUNGO  - JAMBI
TELP. 0747 321715 HP. 085266010191









Dunia kompetisi tanah air, memang tak bisa lepas dari perkembangan teknologi pengapian yang selalu diburu dan diracik oleh tuner. Sebagai penunjang korekan mesin serta mempermudah final seting, yakni untuk mencari kurva power mesin yang sebanding dengan korekan yang dimaksud.
Hal inilah yang kemudian memunculkan jenis dan system pengapian yang dinamis dengan tujuan sama, yakni untuk mendongkrak power mesin dan speed. Apa saja langkah untuk merombak dan menyempurnakan system pengapian saat dipakai kompetisi ?

VARIABEL DESAIN ROTOR MAGNETSistem pengapian memiliki beberapa jenis dan level. Biasa diterapkan dari hasil inspirasi regulasi yang biasa diberlakukan di even road race. Hal ini, biasa dibedakan dari perangkat penunjangnya, yakni rotor magnet. Beberapa pilihannya diantaranya :

1. Rotor magnet standar
Biasanya dikonsumsi untuk pengapian yang memakai spul atau menganut system AC (Alternating Current). Sebab tuner dalam konteks ini memahami jika sistem AC, bengis di gasingan atas. Untuk itu rotor sengaja dibuat standar, begitu juga dengan modul magnetnya, untuk mendapat bobot maksimal penunjang as kruk dan konsep korekan yang diaplikasi.

2. Rotor magnet bubutan
Berada pada level medium, konsep pemakaian rotor magnet seperti ini biasanya sudah beralih dalam pemakaian system pengapian DC (Direct Current) yang tak memakai spul. Dan jenis rotor seperti ini biasanya diaplikasi pada kelas yang masih terbebani dengan limit regulasi. Sehingga tuner tetap mengalami ketergantungan dengan bobot rotor, tapi tetap bisa untuk dikreatifi.  

3. Rotor atau casing magnetnya saja
Artinya sudah memasuki tahap korekan yang ekstrim dan menganut sistem pengapian DC Totalos. Dan fungsi rotor di sini lebih jelas hanya sebagai pengatur dan penyampai ke CDI, kapan saatnya pengapian berlangsung. Pada bagian ini, tuner telah memiliki alternatif korekan yang diaplikasi dan tak lagi menghendaki keberadaan bobot rotor dan magnet.

4. Rotor custom
Hanya sebagai konsumsi pengapian yang menganut system DC Totalos, rotor jenis ini hanya bisa dipakai pada konsep korekan yang input torsi mesinnya diperoleh dari desain noken as, berikut dengan pemakaian gigi rasio yang memiliki perbandingan ringan dan rapat. "Dan minimalisai bobot rotor custom, jadi lebih memungkinkan untuk diterapkan pada konsep korekan yang output power mesinnya berlangsung di atas 12 ribu rpm," urai Muhaimin tuner Aldan Light Speed di kawasan Asem Mulya, Surabaya.

Dalam konteks ini, biasanya dibuatkan dari lempengan besi. Contohnya pengapian totalos untuk Jupiter Z dapat memakai rotor Mio, dengan pertimbangan posisinya menghadapnya magnet sama seperti magnet YZ-125.

Jadi proses pembuatannya lebih mudah. Cuman, pada dimensi pick up coilnya harus dirombak ulang sesuai dimensi pick up coil motor yang mengaplikasi, kalau Jupiter tinggi pick up coilnya 1,5 mm dan panjangnya 57,55 mm. "Sistem bobok las listrik dan bubut bisa menjadi solusinya," timpal Merit, tuner tim Yamaha RPM Medan di kompetisi Motorprix dan Indoprix.


CDI (CAPASITOR DISCHARGE IGNITION)Di pasaran terbagi dengan dua jenis, manual (paten) dan programmable. Kalau CDI manual biasa dicomot dari bawaan motor dan hingga saat ini yang paling sering diaplikasi adalah CDI RC-100, Shogun 110 '97 dan Crypton.

Sedang, CDI programmable di pasaran terdapat merk Rextor, BRT, Vortex. CDI jenis ini dapat diatur sesuai dengan konsep korekan, suhu, trek lintasan dan karakter joki. Selain itu juga bisa menjadi pengatur limit rpm mesin, sesuai dengan kemampuan mesin atas pertimbangan korekan dan karakter joki.

Dan proses program di sini, biasanya memakai media remote, klip, tombol hingga ke pemindahan data yang dimaksud. "Tapi pada praktek pemakaiannya, CDI idealnya diaplikasi sebagai penunjang final seting," terang Deni tuner Karya Bersama Nexcom yang punya base camp di kawasan Jl. Maspati, Surabaya itu.

Dalam konteks ini, CDI berperan mengikuti dan menyempurnakan korekan mesin. Maka tugas tuner dalam pemakaian CDI Programmable, juga dituntut lebih jeli. Kapan saatnya kurva pengapian dibuat dengan peningkatan grafik kasar atau lembut, berikut dengan pertimbangan grafik nilai Hp dan torsi mesin. Mengingat ketika kurva pengapian diseting terlalu kasar, akan terjadi kecenderungan menurunnya torsi dan HP mesin di pertengahan dari total limit rpm.

Dengan demikian, maping program kurva pengapian perlu juga dipertimbangkan pada efek perolehan power mesin terbagi Hp dan torsi. Selain itu, tuner harus bisa memprediksi dan mengetahui kapan saat power produktif mesin berakhir. "Agar dapat digeser ke kurva pengapian pada power di lingkup rpm mesin yang produktif," yakin Deni.

Dan di setiap CDI Programmable memiliki tipikal yang berbeda pada angka peningkatan rpm, terbagi di kelipatan 250 rpm dan 500 rpm. Tapi, bukan berarti peningkatan angka rpm lembut atau kasar yang dapat dianggap baik. Jadi lebih ditekankan pada proses penyerasian antara konsep korekan dengan kurva pengapian yang diaplikasi. 

Sisi lain, spesial buat CDI Programmable, system sambungan kabel usahakan memakai soket orsi bawaan motor atau pabrik, mengingat CDI Programmable lebih sensitif atau peka. Dan sering kali ketika salah melakukan proses penyambungan, kurva pengapian tak sesuai dengan data yang diaplikasi.

"Dan efek dari ketergantungan pemakaian aki, maka minimal 6 bulan pemakaian dan busi idealnya 2-3 kali even," saran Sinyo dari Dunia Racing di Perum Galaxy Bumi Permai, Surabaya. Dia juga menambahkan kalau pemakaian CDI Programmable disarankan tetap memakai koil standar bawaan motor.


SINKRONISASI KURVA PENGAPIAN Lebih ditekankan pada konsep pemakaian perbandingan kompresi. Di sini dimaksudkan sebagai penyerasi. Misalkan, pemakaian perbandingan kompresinya lebih rendah, maka kurva pengapian dapat diseting kasar dan sebaliknya.

Indikasi paling mudah, terlepas dari pemakaian jenis BBM, misalkan kurva pengapian terlalu tinggi, maka bawaan motor mirip dengan rasio kompresi yang terlalu tinggi sehingga terkesan liar dan cuman menghentak-hentak, sementara speed tak didapat. Kondisi demikian ini, biasanya disertai dengan pen big end sering gosong atau muncul warna pelangi. Dan kondisi kurva pengapian yang terlalu kasar, sama halnya dengan timing pengapian yang terlalu awal atau nge-na. Efeknya power mesin mudah habis lantaran juga mempengaruhi power band makin pendek.

Cuman dalam prakteknya, kurva pengapian kasar saat ini diaplikasi untuk menunjang desain noken as yang memiliki kontur berdurasi lebar. "Maka di sini lebih ditekankan dan dibutuhkan proses riset dan seting untuk mengetahui efek sebagai input data dalam rombakan kurva pengapian yang lebih baik," ingat Muhaimin.

CDI MANUAL DC LEBIH DISUKA CDI manual memiliki program pengapian paten. Jika diaplikasi dengan kondisi posisi fulser standar, kemungkinan mesin tak bisa hidup. Dan di sini kembali data timing pengapian pada CDI yang dirancang oleh pabrikan itu mesti dipahami lebih dulu, baru kemudian dikonversi ke perubahan titik pulser motor yang mengaplikasi.

Begitu juga dengan menyerasikan derajat perubahan TMA dan TMB agar proses melebar dan merapatnya timing pengapian dapat sinkron dengan tipikal mesin yang terbagi bore dan stroke. Cuman dalam konteks ini, pemakaian CDI manual, sistem pengapiannya harus memiliki persamaan dengan motor yang mengaplikasi. Jadi misalkan CDI dengan system pengapian AC, maka hanya bisa dikonsumsi untuk motor dengan sistem pengapian jenis AC, begitu juga dengan system DC.

Dan belakangan ini, terjadi trend atas pemilihan CDI Ninja 150 berlabel Denso 1454 (made in Japan) dengan sistem DC milik Kawasaki Serpico 150 kembaran KRR 150. Kurva pengapiannya lebih rapat dibanding KRR 150, sehingga saat mengaplikasinya tak perlu menggeser atau merubah pick up coil. Dan CDI ini merupakan pamungkasnya setelah CDI RC-100 dan RGR yang pernah diaplikasi.

"Mengingat power bawah kurang galak kalau  dibandingkan CDI Denso 1454, apalagi panjang trek cuman 201 meter," ujar Eko Sulistyo dragster senior Semarang yang juga tuner berbendera Frogz Speed. "Tapi pemakaian CDI seharga Rp. 2 juta ini lebih konsumtif buat Ninja 150 keluaran tahun 2000 ke atas yang sudah menganut sistem pengapian DC dan lagi soketnya sama," timpal Deni pada Ninja 150 korekannya yang berjuluk Angry Bird itu.

Sedang di jagad bebek 4 tak 155 cc tune up yang didominasi oleh Satria F, mulai marak menerapkan CDI New Smash yang menganut sistem DC. Soketnya sama dengan Satria FU, sipnya tak pakai limiter. Dan data ditinjau dari data timing pengapian, CDI New Smash lebih molor di 15 derajat sebelum TMA saat rpm 1500. Sedang CDI Satria-FU timing pengapiannya lebih rapat, yakni 5 derajat sebelum TMA.  "Tapi ingat, makin awalnya timing pengapian, power bawah berpeluang terkuras dan top speed dipastikan ngedrop," terang Gundul Speed di Tenggilis 69, Surabaya yang sukses menerapkan di Satria F.

Maka CDI New Smash dipastikan dapat membagi porsi power mesin di gasingan bawah sampai atas lebih rata untuk 201 meter. Saat mengaplikasi, penyerasiannya cukup dengan memotong dengan gerinda atas pick up coil atau benjolan pada rotor magnet sepanjang 23 mm dari panjang standarnya 39 mm. "Jadi sisa panjang pick up coil nantinya adalah 16 mm, makin pendeknya panjang pick up coil, input data pengapian yang dikirim ke CDI jadi lebih singkat," yakin Gundul.

MAGNET ASSY YZ 125Diklaim sebagai sistem pengapian manual sistem AC yang memiliki kurva pengapian smooth medium ketika digambarkan dengan grafik yang meruncing di atas. Sipnya lagi, limiter pada CDI yang berlabel 4SS itu bisa tembus hingga 13.500 rpm dengan nilai aktual 13.000 rpm. "Maka konsep pengapian ini yang paling disuka rider drag bike, lantaran memudahkan proses saat start," terang Sinchand tuner B-Jos di Jl. Tidar 145, Surabaya. 

Cuman untuk pemakaiannya, lebih konsumtif saat diaplikasikan buat sport atau bebek yang tipikal mesinnya mendekati stroke 54.5 mm, mengingat spesifikasi YZ-125 bore x strokenya 54 mm x 54.5 mm. Hal ini ditujukan untuk menyamakan rotasi pick up coil dan rotor untuk mempermudah proses seting timing pengapian. "Dengan cara ini, parameter posisi standarnya timing pengapian jadi mudah diketahui, sehingga mempermudah proses memaju-mundurkan timing pengapian," tutup Sinchand. |



Untuk mempelajari lebih lanjut, ayo kita gabung dan mengikuti PELATIHAN MEKANIK
Di Pusat Pelatihan Mekanik
KURSUS MEKANIK
NUANSA MOTOR ENGINEERING SCHOOL
MUARA BUNGO – JAMBI
Telp. 0747 321715 – Hp. 0852 6601 0191

Untuk modifikasi / korek mesin balap dapat langsung ke
BENGKEL
 NUANSA MOTOR
MUARA BUNGO – JAMBI
HP. 085266010191


REFERENSI; OTOTREND
Read more