MEMAKSIMALKAN PENGAPIAN MOTOR
PUSAT PELATIHAN MEKANIK \
NUANSA MOTOR ENGINEERING SCHOOL
MUARA BUNGO - JAMBI
TELP. 0747 321715 HP. 085266010191
Dunia
kompetisi tanah air, memang tak bisa lepas dari perkembangan teknologi
pengapian yang selalu diburu dan diracik oleh tuner. Sebagai penunjang
korekan mesin serta mempermudah final seting, yakni untuk mencari kurva
power mesin yang sebanding dengan korekan yang dimaksud.
Hal inilah yang kemudian memunculkan jenis dan system pengapian yang
dinamis dengan tujuan sama, yakni untuk mendongkrak power mesin dan
speed. Apa saja langkah untuk merombak dan menyempurnakan system
pengapian saat dipakai kompetisi ?
VARIABEL DESAIN ROTOR MAGNETSistem
pengapian memiliki beberapa jenis dan level. Biasa diterapkan dari
hasil inspirasi regulasi yang biasa diberlakukan di even road race. Hal
ini, biasa dibedakan dari perangkat penunjangnya, yakni rotor magnet.
Beberapa pilihannya diantaranya :
1. Rotor magnet standar
Biasanya
dikonsumsi untuk pengapian yang memakai spul atau menganut system AC
(Alternating Current). Sebab tuner dalam konteks ini memahami jika
sistem AC, bengis di gasingan atas. Untuk itu rotor sengaja dibuat
standar, begitu juga dengan modul magnetnya, untuk mendapat bobot
maksimal penunjang as kruk dan konsep korekan yang diaplikasi.
2. Rotor magnet bubutan
Berada
pada level medium, konsep pemakaian rotor magnet seperti ini biasanya
sudah beralih dalam pemakaian system pengapian DC (Direct Current) yang
tak memakai spul. Dan jenis rotor seperti ini biasanya diaplikasi pada
kelas yang masih terbebani dengan limit regulasi. Sehingga tuner tetap
mengalami ketergantungan dengan bobot rotor, tapi tetap bisa untuk
dikreatifi.
3. Rotor atau casing magnetnya saja
Artinya
sudah memasuki tahap korekan yang ekstrim dan menganut sistem pengapian
DC Totalos. Dan fungsi rotor di sini lebih jelas hanya sebagai pengatur
dan penyampai ke CDI, kapan saatnya pengapian berlangsung. Pada bagian
ini, tuner telah memiliki alternatif korekan yang diaplikasi dan tak
lagi menghendaki keberadaan bobot rotor dan magnet.
4. Rotor custom
Hanya
sebagai konsumsi pengapian yang menganut system DC Totalos, rotor jenis
ini hanya bisa dipakai pada konsep korekan yang input torsi mesinnya
diperoleh dari desain noken as, berikut dengan pemakaian gigi rasio yang
memiliki perbandingan ringan dan rapat. "Dan minimalisai bobot rotor
custom, jadi lebih memungkinkan untuk diterapkan pada konsep korekan
yang output power mesinnya berlangsung di atas 12 ribu rpm," urai
Muhaimin tuner Aldan Light Speed di kawasan Asem Mulya, Surabaya.
Dalam
konteks ini, biasanya dibuatkan dari lempengan besi. Contohnya
pengapian totalos untuk Jupiter Z dapat memakai rotor Mio, dengan
pertimbangan posisinya menghadapnya magnet sama seperti magnet YZ-125.
Jadi
proses pembuatannya lebih mudah. Cuman, pada dimensi pick up coilnya
harus dirombak ulang sesuai dimensi pick up coil motor yang
mengaplikasi, kalau Jupiter tinggi pick up coilnya 1,5 mm dan panjangnya
57,55 mm. "Sistem bobok las listrik dan bubut bisa menjadi solusinya,"
timpal Merit, tuner tim Yamaha RPM Medan di kompetisi Motorprix dan
Indoprix.
CDI (CAPASITOR DISCHARGE IGNITION)Di
pasaran terbagi dengan dua jenis, manual (paten) dan programmable.
Kalau CDI manual biasa dicomot dari bawaan motor dan hingga saat ini
yang paling sering diaplikasi adalah CDI RC-100, Shogun 110 '97 dan
Crypton.
Sedang, CDI programmable di pasaran terdapat merk
Rextor, BRT, Vortex. CDI jenis ini dapat diatur sesuai dengan konsep
korekan, suhu, trek lintasan dan karakter joki. Selain itu juga bisa
menjadi pengatur limit rpm mesin, sesuai dengan kemampuan mesin atas
pertimbangan korekan dan karakter joki.
Dan proses program di
sini, biasanya memakai media remote, klip, tombol hingga ke pemindahan
data yang dimaksud. "Tapi pada praktek pemakaiannya, CDI idealnya
diaplikasi sebagai penunjang final seting," terang Deni tuner Karya
Bersama Nexcom yang punya base camp di kawasan Jl. Maspati, Surabaya
itu.
Dalam konteks ini, CDI berperan mengikuti dan
menyempurnakan korekan mesin. Maka tugas tuner dalam pemakaian CDI
Programmable, juga dituntut lebih jeli. Kapan saatnya kurva pengapian
dibuat dengan peningkatan grafik kasar atau lembut, berikut dengan
pertimbangan grafik nilai Hp dan torsi mesin. Mengingat ketika kurva
pengapian diseting terlalu kasar, akan terjadi kecenderungan menurunnya
torsi dan HP mesin di pertengahan dari total limit rpm.
Dengan
demikian, maping program kurva pengapian perlu juga dipertimbangkan pada
efek perolehan power mesin terbagi Hp dan torsi. Selain itu, tuner
harus bisa memprediksi dan mengetahui kapan saat power produktif mesin
berakhir. "Agar dapat digeser ke kurva pengapian pada power di lingkup
rpm mesin yang produktif," yakin Deni.
Dan di setiap CDI
Programmable memiliki tipikal yang berbeda pada angka peningkatan rpm,
terbagi di kelipatan 250 rpm dan 500 rpm. Tapi, bukan berarti
peningkatan angka rpm lembut atau kasar yang dapat dianggap baik. Jadi
lebih ditekankan pada proses penyerasian antara konsep korekan dengan
kurva pengapian yang diaplikasi.
Sisi lain, spesial buat CDI
Programmable, system sambungan kabel usahakan memakai soket orsi bawaan
motor atau pabrik, mengingat CDI Programmable lebih sensitif atau peka.
Dan sering kali ketika salah melakukan proses penyambungan, kurva
pengapian tak sesuai dengan data yang diaplikasi.
"Dan efek dari
ketergantungan pemakaian aki, maka minimal 6 bulan pemakaian dan busi
idealnya 2-3 kali even," saran Sinyo dari Dunia Racing di Perum Galaxy
Bumi Permai, Surabaya. Dia juga menambahkan kalau pemakaian CDI
Programmable disarankan tetap memakai koil standar bawaan motor.
SINKRONISASI KURVA PENGAPIAN Lebih
ditekankan pada konsep pemakaian perbandingan kompresi. Di sini
dimaksudkan sebagai penyerasi. Misalkan, pemakaian perbandingan
kompresinya lebih rendah, maka kurva pengapian dapat diseting kasar dan
sebaliknya.
Indikasi paling mudah, terlepas dari pemakaian jenis
BBM, misalkan kurva pengapian terlalu tinggi, maka bawaan motor mirip
dengan rasio kompresi yang terlalu tinggi sehingga terkesan liar dan
cuman menghentak-hentak, sementara speed tak didapat. Kondisi demikian
ini, biasanya disertai dengan pen big end sering gosong atau muncul
warna pelangi. Dan kondisi kurva pengapian yang terlalu kasar, sama
halnya dengan timing pengapian yang terlalu awal atau nge-na. Efeknya
power mesin mudah habis lantaran juga mempengaruhi power band makin
pendek.
Cuman dalam prakteknya, kurva pengapian kasar saat ini
diaplikasi untuk menunjang desain noken as yang memiliki kontur
berdurasi lebar. "Maka di sini lebih ditekankan dan dibutuhkan proses
riset dan seting untuk mengetahui efek sebagai input data dalam rombakan
kurva pengapian yang lebih baik," ingat Muhaimin.
CDI MANUAL DC LEBIH DISUKA CDI
manual memiliki program pengapian paten. Jika diaplikasi dengan kondisi
posisi fulser standar, kemungkinan mesin tak bisa hidup. Dan di sini
kembali data timing pengapian pada CDI yang dirancang oleh pabrikan itu
mesti dipahami lebih dulu, baru kemudian dikonversi ke perubahan titik
pulser motor yang mengaplikasi.
Begitu juga dengan menyerasikan
derajat perubahan TMA dan TMB agar proses melebar dan merapatnya timing
pengapian dapat sinkron dengan tipikal mesin yang terbagi bore dan
stroke. Cuman dalam konteks ini, pemakaian CDI manual, sistem
pengapiannya harus memiliki persamaan dengan motor yang mengaplikasi.
Jadi misalkan CDI dengan system pengapian AC, maka hanya bisa dikonsumsi
untuk motor dengan sistem pengapian jenis AC, begitu juga dengan system
DC.
Dan belakangan ini, terjadi trend atas pemilihan CDI Ninja
150 berlabel Denso 1454 (made in Japan) dengan sistem DC milik Kawasaki
Serpico 150 kembaran KRR 150. Kurva pengapiannya lebih rapat dibanding
KRR 150, sehingga saat mengaplikasinya tak perlu menggeser atau merubah
pick up coil. Dan CDI ini merupakan pamungkasnya setelah CDI RC-100 dan
RGR yang pernah diaplikasi.
"Mengingat power bawah kurang galak
kalau dibandingkan CDI Denso 1454, apalagi panjang trek cuman 201
meter," ujar Eko Sulistyo dragster senior Semarang yang juga tuner
berbendera Frogz Speed. "Tapi pemakaian CDI seharga Rp. 2 juta ini lebih
konsumtif buat Ninja 150 keluaran tahun 2000 ke atas yang sudah
menganut sistem pengapian DC dan lagi soketnya sama," timpal Deni pada
Ninja 150 korekannya yang berjuluk Angry Bird itu.
Sedang di
jagad bebek 4 tak 155 cc tune up yang didominasi oleh Satria F, mulai
marak menerapkan CDI New Smash yang menganut sistem DC. Soketnya sama
dengan Satria FU, sipnya tak pakai limiter. Dan data ditinjau dari data
timing pengapian, CDI New Smash lebih molor di 15 derajat sebelum TMA
saat rpm 1500. Sedang CDI Satria-FU timing pengapiannya lebih rapat,
yakni 5 derajat sebelum TMA. "Tapi ingat, makin awalnya timing
pengapian, power bawah berpeluang terkuras dan top speed dipastikan
ngedrop," terang Gundul Speed di Tenggilis 69, Surabaya yang sukses
menerapkan di Satria F.
Maka CDI New Smash dipastikan dapat
membagi porsi power mesin di gasingan bawah sampai atas lebih rata untuk
201 meter. Saat mengaplikasi, penyerasiannya cukup dengan memotong
dengan gerinda atas pick up coil atau benjolan pada rotor magnet
sepanjang 23 mm dari panjang standarnya 39 mm. "Jadi sisa panjang pick
up coil nantinya adalah 16 mm, makin pendeknya panjang pick up coil,
input data pengapian yang dikirim ke CDI jadi lebih singkat," yakin
Gundul.
MAGNET ASSY YZ 125Diklaim sebagai
sistem pengapian manual sistem AC yang memiliki kurva pengapian smooth
medium ketika digambarkan dengan grafik yang meruncing di atas. Sipnya
lagi, limiter pada CDI yang berlabel 4SS itu bisa tembus hingga 13.500
rpm dengan nilai aktual 13.000 rpm. "Maka konsep pengapian ini yang
paling disuka rider drag bike, lantaran memudahkan proses saat start,"
terang Sinchand tuner B-Jos di Jl. Tidar 145, Surabaya.
Cuman
untuk pemakaiannya, lebih konsumtif saat diaplikasikan buat sport atau
bebek yang tipikal mesinnya mendekati stroke 54.5 mm, mengingat
spesifikasi YZ-125 bore x strokenya 54 mm x 54.5 mm. Hal ini ditujukan
untuk menyamakan rotasi pick up coil dan rotor untuk mempermudah proses
seting timing pengapian. "Dengan cara ini, parameter posisi standarnya
timing pengapian jadi mudah diketahui, sehingga mempermudah proses
memaju-mundurkan timing pengapian," tutup Sinchand. |
Untuk mempelajari lebih lanjut, ayo kita gabung dan mengikuti PELATIHAN
MEKANIK
Di Pusat Pelatihan Mekanik
KURSUS MEKANIK
NUANSA MOTOR ENGINEERING SCHOOL
MUARA BUNGO – JAMBI
Telp. 0747 321715 – Hp. 0852 6601 0191
Untuk modifikasi
/ korek mesin balap dapat langsung ke
BENGKEL
NUANSA MOTOR
MUARA BUNGO –
JAMBI
HP. 085266010191
REFERENSI; OTOTREND